4

#13HariNgeblogFF ~ Cut!

“CUT!”

Semua memandang laki-laki itu dengan geram. Entah sudah berapa kali ia berteriak seharian ini. Apa yang salah kali ini? Posisi berdiri atau ekspresi wajah kami yang lagi-lagi kurang sempurna? Apa lagi sekarang?

“CUT! CUT!”

Sungguh hari yang melelahkan. Ada begini banyak makhluk mempesona, kau saja yang tak becus mengatur penempatannya. Sekarang kau berteriak seolah kekacauan ini salah kami. Kami memang tak punya hak untuk protes. Kau tahu benar itu dan kaumanfaatkan dengan sangat baik. Dasar laki-laki sialan!

“CUT! CUT! CUT! AAARGH!”

“Hoi! Berisik banget lu, Tom! Ngapain sih di kamar? Capek gue dengernya!”

“Ini nih puzzle dari cewek gue, Hans. Bantuin napa, susah banget nyusunnya. Dasar puzzle cut cut cut kancuuuut!”

0

Pelangi, Bulan, Badai, dan Belukar

Dear Indra,

Dua surat terakhirku singkat sekali, ya. Bukan berarti bosan, justru aku bingung menemukan cara membuatmu tak jemu membaca suratku. Haha.

Aku menulis surat ini sambil menonton (500) Days of Summer. Tagline-nya menarik sekali.

This is not a love story.

This is a story about love.

 

Pun kutipan-kutipannya.

Just because she likes the same bizarre crap you do doesn’t mean she’s your soul mate.

There are no miracles, there’s no such thing as fate, there’s no such thing as love. It’s fantasy…

 

Sudahkah kau menontonnya? Cinta sering dikaitkan dengan kata selamanya. Selamanya, sepanjang hidup, sepanjang usia. Realitanya, hanya berlangsung selama seseorang masih menginginkan.

Coba ingat-ingat, apa saja yang kutulis dalam 3 surat terakhirku (termasuk surat ini)? Kau menunjukkan pelangi dan bulan, sementara aku memberimu badai dan belukar. Haha.

Jangan maafkan kelemahanku. Jangan maafkan kelemahanku.

(Mey)

6

#13HariNgeblogFF ~ Tunggu di situ, aku sedang menujumu

“Tunggu aku di situ, aku sedang menujumu!”

Inilah saatnya. Untuk pertama kali, dalam 6 bulan terakhir, aku akan menemuinya. Bulan-bulan penuh diet ketat, olahraga, dan perawatan tubuh yang menyiksa sudah usai. Aku sudah menjadi Wulan baru. Wulan yang lebih layak, lebih pantas mendapatkanmu. Jadi, tunggu aku di situ, aku sedang menujumu!

***

 

“Lebay lu, Lan. Mentang-mentang setengah tahun nggak ketemu.”

“Lis, nunggu 6 bulan itu nggak gampang lho. Jeng Lisa yang terlahir cantik mana tahu penderitaan orang macam gue. Hih!”

“Iya deh. Salut gue ama perjuangan elu, Lan. Dah, have fun ya, dah sampai tuh.”

Jantungku berdebar kencang, sebentar lagi aku bisa menemuinya.

“Selamat siang, ada yang bisa dibantu?”

“Triple cheeseburgernya  1 ya, Mbak!”

5

#13HariNgeblogFF ~ Jangan ke mana-mana, di hatiku saja

“Jangan ke mana-mana, di hatiku saja…”

Muak aku mendengarnya merayu para gadis. Entah mengapa mereka menyukainya. Meski mereka tahu benar lelaki itu merayu setiap gadis yang ia temui, tetap saja gadis-gadis itu menyerahkan tubuhnya.

***

“Selamat sore, dengan Ayam Goreng Mbok Par, ada yang bisa dibantu? Satu ekor ayam panggang, atas nama Bapak Hans ke alamat biasanya. Baik, Pak. Terima kasih. PARDIII!!! Cepat potong si jambul merah! Apa sih kerjamu di belakang? Sekalian tangkap kucing-kucing yang berkeliaran di sekitar kandang! Biar kugoreng buat makan malam kita…”

Ah, akhirnya mulai malam ini si jambul merah tak bisa lagi merayu gadis-gadis di peternakan. Tamat juga riwayatnya. Aku harus segera kabur sebelum tertangkap oleh Pardi.

0

Ini Bukan Doa, Tuan…

Dear Indra,

Untuk ukuran seseorang yang menyebut dirinya pendiam, entah mengapa, aku merasa kau (seperti) selalu (ingin) menulis banyak hal dalam suratmu, banyak pemandangan indah. Dan untuk seorang aku, sedikit sekali pemandangan yang bisa kulukis untukmu, pemandangan yang itu-itu saja. Kalau bukan karena hobi surat-menyurat yang kautularkan ini, entah kapan akan kusadari hidupku tak lagi menumpang di bangku-bangku jet coaster yang dinamis dan mendebarkan. Hidupku sudah tenang di pangkuan bianglala, duduk tenang, bergerak perlahan, dan melihat pemandangan indah yang itu-itu saja.

Lagu ya… Ada 1 lagu yang sering kudengarkan akhir-akhir ini, judulnya “Distance” dari Christina Perri & Jason Mraz.

Please don’t stand so close to me, I’m having trouble breathing

I’m afraid of what you’ll see, right now

I’ll give you everything I am

All my broken heartbeats until I know you’ll understand

Ini memang bukan doa, ini luka dan kecemasan, seperti itulah cinta, bagiku…

(Mey)

9

#13HariNgeblogFF ~ Bangunkan Aku Pukul 7

07/01/2013

“Bangunin aku jam 7 ya, Ma…”

“Jadi itu kata-kata terakhir Doni, Tante?”

“Iya…”

Di samping sebuah makam, 2 orang wanita bersimpuh, menitikkan air mata.

***

02/01/2013

“Kamu yakin?”

“Maaf, Ma. Doni nggak tega gugurin bayi kami…”

“Anak Mama sudah lupa janjinya dulu.”

“Ma, Doni nggak akan ninggalin Mama. Mama, Doni, Nina, dan calon cucu Mama, ini keluarga baru kita.”

***

06/01/2013

“Makasih restunya, love you, Mommy. Besok Doni mau nemenin Nina USG, bangunin aku jam 7 ya, Ma…”

Esoknya, Doni ditemukan tewas akibat gantung diri. Mama menolak melakukan visum dan bersaksi bahwa putranya sedang tertekan setelah menjadi ayah di usia muda. Setelah polisi dan semua pelayat meninggalkan rumah, Mama menangis di sudut kamar sambil menatapku, sepasang tangan yang ia gunakan untuk mengakhiri nyawa putra semata wayangnya.

2

#13HariNgeblogFF ~ Menanti Lamaran

“Ibumu ke mana, Mil?”

“Ke rumah mertua kakakku, Ndi. Mau minum apa?”

“Jangan repot-repot, Mil.  Anu, kira-kira aku sama ortuku bisa dateng kapan? Aku pengen diskusiin rencanaku ke Ibumu sebelum… Sebelum aku berangkat dinas ke Balikpapan bulan depan.”

“Dateng aja Jumat malem, Ndi. Nanti aku bilang Ibu.”

“Lagi ngomongin apa sih? Serius amat, kaya mau lamaran aja kalian, hahaha!” sela Lala, kakak Milly. Andi tertawa mendengarnya. “Ya elah, Mbak, aku mau pesen seragam keluarga ke Ibu. Makanya mesti bawa ortu buat ngukur badan dong. Hahaha!”

“Iya nih, Mbak Lala ngawur!” seruku sambil tersipu. Suasana hening sejenak hingga Andi berkata, “Eh tapi, Mil, andai omongan Mbak Lala bener, kamu mau? Jadi calon istriku? Hehe.”

“Apa?”

“Lho, Mil, Mil!” Akhirnya Lala dan Andi sibuk menyadarkan Milly yang mendadak pingsan.

2

Sumur di Ladang Mulai Kering, Bung!

Dear Indra,

Masih sering hujan di kotamu? Di sini hujan sepanjang weekend. Mungkin bumi tampak dehidrasi, jadi langit terus-menerus meluapkan air. Haha.

Kautahu yang kubenci dari musim hujan dan angin seperti ini? Suhu dingin. Lututku, yang cedera berkepanjangan ini, nyeri sepanjang malam dan tak nyaman setiap digerakkan.

Sejujurnya, aku kehabisan ide. Apa lagi yang ingin kaudengar dariku? Seandainya surat mampu membawa nada-nada, aku akan bernyanyi untukmu, itu jauh lebih mudah. Haha.

Turunkan hujan salju dalam kepalaku, Indra. Will you?

(Mey)

4

#13HariNgeblogFF ~ Untuk Kamu, Apa Sih yang Enggak Boleh?

“Sudah makan?”
“Iya.”

“Kamar ini cukup nyaman untukmu?”
“Iya.”

Rudi menatap sesosok perempuan yang duduk tertunduk di sisi ranjang. Uraian rambut panjangnya gagal menyamarkan lingkaran hitam di sekitar mata. Bibirnya kering pecah-pecah dan pipinya tampak pucat.

“Mau kupesankan sup iga dan susu hangat favoritmu?”
“Iya.”

Terdengar suara pelayan mengetuk pintu. Sepiring nasi putih, seporsi sup iga, dan segelas susu hangat diletakkan di atas meja sebelah ranjang.

“Makanlah dulu.”
“Iya.”

“Masih mencintaiku?”
“Iya.”

“Malam ini pulang ke rumah?”
“Iya.”

“Berencana menikah lagi?”
“Iya.”

“Tak adakah kata lain yang bisa kauucapkan?”
“Waktu short time hampir habis. Kata-kata apa lagi yang ingin kaudengar? Bukankah tadi kau membayar Ibu untuk tak pernah berkata tidak, Nak?”

[Mey] [@meyDM]

6

#13HariNgeblogFF ~ Cintaku Mentok di Kamu

Teruntuk kamu, yang tak memberiku kata selesai

Tiga belas kali. Ya, tiga belas kali dalam tiga belas minggu terakhir, aku berkendara menuju kotamu ditemani tas travel berisi pakaian dan perlengkapan yang kusiapkan tiga belas minggu sebelumnya. Tiga belas kali kulewati jalan yang sama, beristirahat sejenak di rest area yang sama, pun mengisi bensin di tempat yang sama. Aku berhenti di depan pagar yang sama, memberanikan diri untuk membunyikan bel, namun urung. Entah apa yang membuatku gentar, kehilanganmu atau fakta bahwa kau sudah menghilangkanku dari benakmu.

Kau berhenti mengirim surat, mengganti nomor kontak, bahkan menonaktifkan seluruh akun social media dan email. Aku tahu, kemudahan jarang menyertai langkah kita. Jarak dan segala tetek bengek perjodohan yang dirancang orangtuamu, aku memahaminya. Mungkin ini giliranmu untuk memahami kedatangan surat ini sebagai keterpaksaan dan keputusasaan yang mendesakku tiga belas minggu belakangan. Aku menunggumu, Nara. Entah untuk kembali bersama memerangi badai atau, setidaknya, memberiku kata selesai.

(Dina)
***

Dear Dina,

Maaf. Maaf aku hanya bisa memberimu kata maaf. Aku, pada akhirnya, menikahi Tia bukan karena paksaan orangtuaku. Kebersamaan kami sejak kanak-kanak membuatku tak sadar seberapa dalam perasaanku padanya. Aku menghilang karena aku terlalu pengecut untuk meminta maaf. Maaf, aku hanya bisa memberimu kata maaf. Kebahagiaanmu adalah doa yang selalu kuamini, maka berbahagialah…

(Nara)

N.B.: Ini benar tulisan tangan Tia. Kuharap kau mengerti seberapa dekat kami.

“Halo, hei, kabarku baik. Suratmu sudah sampai. Sudah kusalin sesuai instruksimu. Tapi, bukannya ini terlalu kejam? Nara, aku akan segera menikah dengan Dio. Cepat atau lambat, Dina akan tahu.”

“Hei Tia, kau sedang memamerkan pacar selebritimu? Dina tak akrab dengan acara gosip, tenang saja.”

“Ah terserahlah. Sebenarnya kamu ke mana? Kapan hari, kata temen kantor, kamu kecelakaan. Tapi tiba-tiba hilang, Om dan Tante juga sulit dihubungi. Nggak ada alamat di suratmu kemarin, nelfon pakai nomor asing. Ada apa sih?”

“Nanti juga kamu tahu, kalau sudah waktunya. Sudah ya, Tia. Thanks for your help. Kapan-kapan, kutelfon lagi. See you…”

*klik* (suara telepon dimatikan)

“Terima kasih, Ma… I love you…”

“Nara, anakku sayang, ikhlaskan Dina, biar Mama jadi tangan dan kaki kamu, selamanya…”

[Mey] [@meyDM]

7

#13HariNgeblogFF ~ Bales Kangenku Dong!

DUK!!!

“Aduhhh!”

“Aduh maaf, Ma. Ternyata Mama sembunyi di sini. Maaf, ya. Papa tadi buru-buru, nggak tahu ada Mama lagi sembunyi. Maaf ya, Ma.”

“Nggak apa-apa, Pa. Bisa ketemu Papa aja, Mama udah seneeeng banget. Mama kan kangen Papa…”

“Papa juga kangeeen banget sama Mama…”

“Pokoknya malem ini kita nggak boleh gagal, Pa. Harta yang disimpen di dapur itu harus kita curi! Oke, Pa?”

“Betul, Ma! Ayo kita masuk, jendelanya kebuka sedikit tuh!”

Sepasang suami istri tersebut berhasil memasuki dapur. Perlahan mereka mengendap-endap mendekati tempat persembunyian harta yang tengah diincarnya. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat.

“PA!!! KITA KETAHUAN, PA!!! LARI!!!”

“AAAAAAK!!!”
***

“KANIAAA!!! SISA KUEMU DIKERUBUTIN SEMUT!!! AYO CEPAT BERSIHKAN!!!”

[Mey] [@meyDM]

7

#13HariNgeblogFF ~ Sambungan Hati Jarak Jauh

From: inp_1966@yahoo.com
To: yeahyeah666@yahoo.com
Date: Dec 10, 2012
Subject: Re: Rock rock rock!

Oke! Kucarikan dulu filenya ya!

—Original Message—
From: yeahyeah666@yahoo.com
Date: Dec 9, 2012
To:
Subject: Rock rock rock!

Mas, koleksi albumnya Journey nggak? Aku ngopilah kalau punya, hehe.

“Asiiiiik! Semoga koleksi Mas Wawan lengkap! Haha,” batinku sambil mematikan komputer. Aku mengenalnya dari milis penyuka lagu-lagu classic rock. Meski usianya sebaya ayahku, jiwa muda Mas Wawan memaksaku memanggilnya “Mas”. Unik benar Mas Wawan ini. Ah, aku tak sabar menanti kabar selanjutnya. Sudah hampir tengah malam, lebih baik aku tidur saja. Semoga besok ada kabar baik dari Mas Wawan.
***

From: yeahyeah666@yahoo.com
To: inp_1966@yahoo.com
Date: Dec 13, 2012
Subject: Journey!

Mas, minggu depan aku ke Jakarta. Kita ketemuan aja ntar, sekalian ngopi-ngopi Journey. Ngga usah dikirim CD-nya, hahaha. Oke?

“Jo, Bejo,nanti dulu! Jangan dikirim dulu paketnya, nggak jadi,” ujarku pada Bejo, tukang kebunku. Tadinya, ia kusuruh mengirim paket CD Journey untuk Dani, pemuda yang kukenal melalui milis classic rock di yahoogroups. Siapa sangka ada pemuda yang menggemari classic rock sekaligus Arema sepertiku. Andai dulu aku punya anak laki-laki. Ah sudahlah, saatnya kembali ke kantor.
***

From: inp_1966@yahoo.com
To: yeahyeah666@yahoo.com
Date: Dec 19, 2012
Subject: Re: Bentar lagi JKT

So, you’re girl? Who cares? Haha! Oke, Jumat malem ya! Cari aja bapak-bapak muda yang pake jaket kulit coklat sama sepatu kets biru ntar, hahaha. Get ready for the Journey!

—Original Message—
From: yeahyeah666@yahoo.com
Date: Dec 18, 2012
To:
Subject: Bentar lagi JKT

Mas, aku nyampe Jakarta Kamis sore. Gimana kalo jumat abis isya kita ketemu di kafe tempat anak-anak milis biasa kopdar? Tempat yang dulu kita sempet nggak ketemu itu lho. Oiya, anyway, sebetulnya aku ini perempuan, Mas. Hehe. Yah, biar ngga diisengin sama anak milis, makanya aku ngga ngaku. Jadi, ntar jangan kaget ya! Haha!

Ah, andai putriku sedikit saja lebih mirip Dani, takkan sebegitu mudah kuserahkan hak asuh pada ibunya. Dani, atau entah siapa nama sebenarnya, tinggal di Malang. Gadis, putriku, juga tinggal di Malang dengan ibunya. Lain waktu aku akan ke Malang, gantian mengunjungi Dani di sana, sekalian menengok Gadis.
***

“Akhirnya, sampai juga di kafe ini. Semoga Mas Wawan nggak jengkel gara-gara aku telat,” gumamku dalam hati. Aku melihatnya, seorang laki-laki dengan jaket kulit coklat dan sepatu kets biru, duduk memunggungiku.

“Hei Mas Wawan!” kutepuk bahunya perlahan. “Sori telat, ya. Tadi macet banget, terus… Eh… Papa? PAPA?!”

“Gadis? Jadi kamu? Dani?”

[Mey] [@meyDM]

2

Cintaku Sepanjang Bentang Kereta Ekonomi

Dear Indra,

Siang ini mendung. Hujan yang kutunggu-tunggu belum juga menyapa. Padahal sudah kusengaja tak keluar rumah hari ini. Ah, manusia memang makhluk egois. Saat sedang tak beraktivitas, mengharap hujan datang. Lain waktu, saat sibuk, riuh mencerca hujan. Haha.

Hei, ceritamu berkendara dengan bus mengingatkanku pada pengalaman unik saat traveling ke Bandung beberapa minggu lalu. Salah satu hobiku adalah traveling sendirian. Berbekal 1 ransel kecil (ya, cukup 1 ransel kecil, haha), aku pergi ke Bandung. Sendiri, ditemani selembar tiket kereta api ekonomi dan 2 buah buku puisi. Kau (dan banyak orang yang mendengar cerita ini) pasti berpikir aku perempuan yang nekat. Haha, yes, I am! Tapi, nekat yang penuh pertimbangan, jadi tenanglah. Tuhan dan doa orang-orang yang menyayangiku jadi pelindung terampuh dalam setiap perjalanan yang kutempuh (:

Saat itu, aku duduk sebangku dengan seorang laki-laki. Ternyata kami sekampus, kebetulan ia dan sahabatku di kampus dulunya teman satu sekolah. Tak butuh waktu lama bagi kami untuk saling akrab. Beberapa jam berlalu, seorang penumpang lain yang naik dari Blitar duduk di sebrang kami. Ia juga laki-laki, di sinilah petualanganku dimulai. Laki-laki yang duduk di sampingku, sebut saja Arya. Laki-laki yang duduk di sebrangku dan Arya, sebut saja Dika. Apapun nama yang kugunakan, toh kau tak mengenalnya, iya kan? Haha.

Jadi begini, Dika ini ramah sekali. Sepanjang perjalanan, ia sering mengajakku dan Arya mengobrol. Saat kereta kami sudah mendekati Bandung, Arya berbisik padaku, “Kayanya si Dika naksir kamu deh. Liat aja, bentar lagi pasti minta nomer hp atau pin BB. Haha!” Dan benar saja, setelah turun dari kereta, Dika meminta pin Blackberry-ku. Karena tak enak menolaknya, akhirnya kuberikan saja, kemudian kami berpisah jalan.

Setibanya aku di hotel, Dika mengirim pesan. Katanya, “Ntar malem ketemuan yuk!” Kudiamkan saja, tak kubalas. Haha. Beberapa menit kemudian, ia mengirim pesan lagi. Aku mulai malas dan berpikir untuk menghapusnya dari daftar kontakku setelah membaca pesan yang ia kirim. Tetapi, aku berubah pikiran. Kau tahu pesan apa yang Dika kirim padaku?

Katanya, “Mmm, maaf kalau kamu jengkel atau salah paham, Mey. Tapi aku beneran pengen ketemu kamu. Juga, tolong ajak Arya ya. Aku pengen kenal dia lebih jauh. Mmm, yes I am gay. Aku naksir Arya… Kamu keberatankah? Maaf ya…” Hahahahahaha, mana bisa aku tak tertawa setelah membaca pesan itu? Akhirnya kusanggupi ajakan bertemu itu dan tak lupa kuajak Arya. Kisah selanjutnya? Ah, itu bukan urusan kita lagi. Haha!

Kau senang menggambar, ya? Aku jadi penasaran. Saat kau tengah melamun, merenungkan ide-ide untuk konsep barumu berikutnya, gambar-gambar seperti apa yang terlintas dalam benakmu? Di tempat seperti apa biasanya kau senang merenung? Apa dahimu berkerut saat kau tengah berpikir keras? Haha. Bawel sekali aku ini.

Lain waktu, lukiskan sesuatu untukku. Gambar seperti apa yang terlintas di benakmu saat kau tergelak membaca suratku. Will you?

Oh, satu lagi, kalau kau tak terbiasa memperhatikan orang-orang di sekitarmu, biar kulakukan untukmu. Itulah fungsinya dua hati, saling melengkapi (:

Selamat melamun, Indra. Selamat melukis!

(Mey)

[Mey] [@meyDM]

5

#13HariNgeblogFF ~ Cuti Sakit Hati

Tue, 08/01/2013, 17.30
To: Mama
“Maaf, Ma. Seleksi beasiswa ke Canberra kemarin… gagal lagi. Aku mau cuti jadi anak baik Mama dan Papa. Tolong aku, Ma, jangan bilang Papa. Aku benci dikejar-kejar bodyguard. I love you, Kirana pasti pulang (:”

***

“TANGKAP DIA!”

Terdengar lelaki berteriak dan menunjuk-nunjuk ke arah Kirana. Ia panik, lalu bergegas menaiki angkutan umum yang kebetulan berhenti di pertigaan Sumbersari. Ternyata lelaki tadi mengejar seorang anak kecil berpakaian kumal, mungkin pencopet, atau entah siapa, sudah tak penting lagi. Angkutan umum yang ditumpangi Kirana bergerak perlahan menjauhi pertigaan Sumbersari.

“Duh, untung bukan bodyguard Papa. Belum juga seminggu kabur, masa iya sudah tertangkap. Harus turun di mana aku sekarang? Ah, di sini sajalah,” batin Kirana. “Kiri, Pak! Terima kasih.”

“Sudah lama ngemall, hihi…” ujar Kirana dalam hati sambil tersenyum simpul.

Kirana tampak bahagia, bahagia sekali. Ia tak perlu menghabiskan harinya dengan berbagai kursus dan tumpukan tugas sekolah. Hari ini, semua kursus dan tugas itu berganti menonton film dan cuci mata di mall.

“Wah, sudah malam ternyata. Harus buru-buru ke supermarket nih sebelum tutup. Di hotel kan makanan mahal-mahal…” gumam Kirana, berjalan ke arah supermarket. Langkahnya terhenti saat terdengar tangisan wanita dari televisi yang dipajang di etalase sebuah toko elektronik.

“Hei, itu kan Mama…” gumam Kirana sambil mendekati etalase. Tiba-tiba…

“MAMAAA… PUNGGUNG KAKAK ITU BOLONG!” Seorang anak kecil menjerit sambil menunjuk-nunjuk Kirana, lalu berlari ke arah ibunya.

Kirana kebingungan. Beberapa pengunjung mall yang berdiri di dekat Kirana pun tak kalah terkejutnya. Perlahan ia berbalik memunggungi etalase sambil meraba punggungnya. Tubuh Kirana mulai limbung saat terlihat darah segar membekas di telapak tangannya.
***

“(terdengar samar-samar suara dari televisi) …… telah ditemukan mayat perempuan tanpa identitas dalam kamar hotel berbintang di kawasan…… diduga mayat perempuan tersebut adalah anak bungsu Bapak Walikota yang dilaporkan menghilang sejak tiga hari lalu……

[Mey] [@meyDM]

8

#13HariNgeblogFF ~ Orang Ketiga Pertama

“Lama banget, Sis! Bete nih nungguin lo ngga dateng-dateng.”

“Ya sori, Nat. Angkot gue lama ngetem, biasa, hehe. Eh ngapain lo nyuruh gue ke sini? Soal cowo misterius itu lagi?”

“Haha! You know me so well, Sis! Kayanya gue ngga boleh gini terus deh. Gue harus bisa kenalan sama doi!”

“Yakin lo?”

“Yakin, Nat! Kalo sukses, ntar gue traktir karaoke deh!”

“Nah kalo gagal? Masa iya gue yang nraktir lo, lagi kere nih. Huhu…”

“Tetep gue sih yang nraktir, traktiran pelipur lara, haha!”

“Haha, bisa aja lo. Dah sono buruan action!”

“Liatin gue ya, Sis…”
***

*tit tit tit*
From: GF
Masih sabar, kan? :)

To: GF
Kapan permainan ini berakhir? Aku lelah. We should’ve spent more time together…

BRUK!!!

“Hei, are you okay?”

“Oh, iya, ngga apa. Kepleset tadi. Hehe. Terima kasih sudah nolong saya, Mas…”

“Mas? Raka, panggil Raka aja. Hehe.”

“Oh… Saya Natalia…”
***

“Nambah sejam lagi yuk, Sis!”

“Ya ampun, Nat… Gue tau lo lagi happy, tapi tenggorokan udah mau jebol nih. Besok lagi deh kita karaoke, oke?”

“Yah… Janji ya, besok? Haha. Ya udah yuk temenin gue ke toilet dulu.”

“Yuk… Eh tadi pas kita cabut dari kafe, si siapa tadi, Raka ya, nyamperin elu kan… Ngomong apaan doi? Pasti ngajak ketemuan lagi ya? Eciyeee…”

“Haha! Iya, dia minta pin BB gue. Asik… Yuk ah, abis nganterin lo pulang, gue mesti jemput Mommy. Eh Sis, dompet gue kok ngga ada ya?”

“Yang bener, Nat? Jangan becanda deh. Dicopet lo?”

“Seriusan ini… Masa iya gue kecopetan? Aduh, mana hp gue lowbat pula… Lo ada pulsa, Sis? Tolong telfonin cici (kakak perempuan) gue dong, besok gue ganti deh. Elo yang ngomong ya, males gue kena semprot ntar, please…”

“Ya udah, lo tunggu sini. Gue telfon di luar ya, jelek di dalem sinyalnya.”

“Buruan ya, Sis…”
***

“Halo… Sayang… Good job! Maaf ya, kamu pasti bete nungguin di kafe tadi… Makasih udah mau bantuin aku. I love you, Raka…”

[Mey] [@meyDM]

1

Sepasang Kekasih dan Sepiring Gulai Ikan

Dear Indra,

Selamat dini hari… Iya, aku tahu kau benci kebiasaan buruk tidur larut malamku. Berhenti mengomel dan segeralah tidur. Haha.

Seperti apa hari Minggumu? Seringkah kau tersenyum seperti biasa? Semoga saja begitu. Hari ini seorang teman bertanya padaku, “Masih belum benci dengan jarak, Mey?” Jawaban seperti apa yang sebaiknya kuberikan, jika kau jadi aku?

Kupikir, ada ribuan alasan yang bisa dicari-cari jika manusia ingin membenci (atau menyukai) sesuatu. Aku tak ingin membenci jarak, meskipun karenanya, aku sering tak punya teman setiap mengunjungi perpustakaan, saat ingin bersantai dan menulis di kafe, atau sekadar menikmati masakan padang favoritku.
Kemarin (siang ini :p), akibat hujan deras, hampir setengah hari kuhabiskan di rumah makan padang langgananku dekat kampus. Seperti biasa, kupesan seporsi gulai ikan tanpa nasi lalu duduk di sudut belakang. Iya, aku (lagi-lagi) tahu kau tak suka kebiasaanku menghindari nasi. Haha. Sudah, berhentilah mengeluh dan dengarkan saja ceritaku hari ini.

Di depanku, ada sepasang kekasih yang, nampaknya, sedang kurang akur. Mereka hanya sesekali saling bicara, berbisik pula. Sesungguhnya aku penasaran, sayangnya pembicaraan mereka tenggelam oleh percakapan pengunjung lain yang lebih lantang. Lamat-lamat kudengar mereka menyebut-nyebut kata jenuh di antara bisikan-bisikannya. Jenuh, juga jarak, adalah hal-hal yang jarang kupikirkan. Bukan karena tak penting, hanya, kau tahu manusia begitu mudah membenci (maupun menyukai) hal-hal yang sering mereka pikirkan. Itulah sebabnya aku jarang memikirkan jarak, maupun jenuh. Aku tak mungkin menyukainya, pun tak ingin berlebihan membencinya. Bagaimana denganmu? Apa yang sering dan jarang kaupikirkan?

Seringkah kau memikirkan jarak? Atau jenuh, seperti sepasang kekasih di depanku ini? Mereka benar-benar unik. Sedari tadi hanya duduk diam sambil sesekali berbisik tanpa memesan apapun. Pemilik rumah makan maupun pengunjung lain tak mempermasalahkan itu, padahal rumah makan ini cukup ramai. Unik, bukan? Mungkin karena mereka sama-sama langsing, tidak makan banyak tempat duduk, dan tidak bising. Entah mengapa, aku suka sekali memperhatikan sepasang kekasih di depanku ini.

Tiba-tiba petir menggelegar. Aku terkejut sekali. Kau tahu, aku benci kilat, petir, dan segala macam suara keras yang menyertainya. Lebih terkejut lagi ketika salah satu dari sepasang kekasih di depanku ini, entah yang mana, berkata, “Sudah waktunya kita berpisah sementara…” Ah, jangan kaupikir mereka sedang bertengkar. Haha. Terlihat sekali mereka saling mencintai, juga saling membutuhkan. Atau, saling mencintai karena saling membutuhkan. Atau (lagi) saling membutuhkan sehingga lama-kelamaan saling mencintai. Entahlah, manapun yang benar, pada akhirnya mereka tetap saling mencintai.

Sepasang kekasih di depanku ini, sepasang mur dan baut yang memperkuat sudut meja di rumah makan. Saat terpisah, mereka saling membutuhkan. Sepasang mur dan baut yang terpisah tak akan mampu memperkuat meja, bukan? Namun kadang, jika tak dirawat dengan benar, sepasang mur dan baut yang terlalu lama bersama bisa saja berkarat, lalu mereka tersiksa dan meronta ingin berpisah. Setelah berpisah sementara, setelah karat dibersihkan dari sela-sela jari mereka, saat itulah sepasang mur baut kembali saling merindukan, saling membutuhkan.

Itu ceritaku hari ini. Apa ceritamu? (:

(Mey)

[Mey] [@meyDM]

9

#13HariNgeblogFF ~ Pukul 2 Dini Hari

07.00

“Selamat ulang tahun, cantik. I love you, dear. Cepet jadi sarjana ya, sayang…”

“Thank you, Mommy. Aduh donat-donat ini enak banget kayanya…”

“Eits, mandi dulu, baru boleh makan!”

“Siap, Mommy!”

*tit tit tit*
From: Avan
Happy birthday, Na. Ada acarakah hari ini? Dinner yuk! Bareng ibu kamu juga, ibuku juga ikut. How?

“Ah, yang ditunggu ngga ada kabarnya, yang ngga ditunggu malah nongol.”

“Ngomong sama mama, Na?”

“Eh ngga, Mam. Diajakin Avan dinner sama Tante Rike. Tapi Aina pikir-pikir dulu ya, Mam. Jangan langsung diiyain ya kalau ntar Tante Rike nelfon.”

“Iya, sayang. Buruan mandi, donatnya keburu dingin tuh…”

“Yap!”
***

09.00

“Thanks, Bos!”

“Dapet berapa, Jal?”

“Cukuplah buat beli jam incerannya Aina, haha.”

“Gila, segitu amat, belain lembur buat ngado cewe yang belum tentu naksir ama elu.”

“Yah elu, Ham. Makanya gue bela-belain gini kan biar dianya tersentuh gitu. Haha. Bentar gue telfon dia dulu. Ehm… Hei, Na, happy birthday. Semoga sukses UAS-nya, lancar segala-galanya, amin. Mmmm ntar malem ada acara ngga? Apa? Oh gitu… Ngga kok, ngga ada apa-apa. Iseng aja nanya, hehe. Ya sudah kalau gitu, salam buat Tante Lis, ya. Have a nice birthday, bye…”

“Ditolak lu? Haha, rasain!”

“Enak aja. Dia ada dinner sama ibunya. Belum ditolak itu namanya. Haha.”
***

15.00

“Na, udah 2 kali Tante Rike telfon Mama. Gimana nih?”

“Iyain aja deh, Ma. Lumayan makan gratis kita. Haha.”

“Haha, dasar kamu. Ngomong-ngomong, Na, si tetangga baru itu belakangan ini kok ngga keliatan, ya. Kalian berantem?”

“Rizal? Ah lupain. Udah ngilang, telat juga ngucapin tadi.”

“Oh, jadi yang ditungguin dari tadi ucapannya Rizal…”

“Lalala, Aina ngga denger, mau makan donat dulu ah…”

“Haha, anak Mama sudah besar…”
***

19.00

“Eh, Jal. Sini deh. Liatin tuh, depan rumah cewe lu, ada si Avan.”

“Avan siapa, Ham?”

“Avan, anak bapak walikota tercinta. Ah elu idupnya ama gitar mulu, ngga gaul. Eh, tadi bukannya lu kata si Aina dinner sama emaknya?”

“Ya katanya sih gitu. Aina, sama Avan, masa sih Ham…”
***

02.00

“Hei Bobi… This is my birthday, but I’m unhappy. Mama ketiduran. Rizal ngga ada kabar. Kalau kamu bisa ngomong, pasti kamu yang pertama ngucapin buat aku. Iya kan? Ah sudahlah. Capek nunggu. Good night, Bobi…”

Ah, akhirnya ia lelap juga. Ya, aku pasti jadi orang pertama yang mengucap selamat untuknya, seperti biasa. Andai aku bisa leluasa bergerak dan berbicara, Aina tak perlu gelisah dengan perubahan sikap Rizal. Sepasang matanya cukup memandang ke arahku saja.

*kring kring kring*

Ada panggilan dari Rizal. Haruskah kudekatkan ponsel ini ke telinga Aina, agar raut masamnya hilang segera. Ah, tidak, biar saja. Toh belakangan ini ia memang menjauhi Aina. Lebih baik jika ia menghilang saja. Aina cukup memandangku saja.

(Flash fiction ini adalah sambungan dari postingan Kenalan, Yuk!)

[Mey] [@meyDM]

9

#13HariNgeblogFF ~ Kenalan Yuk!

Siang ini cerah. Setelah berhari-hari terkurung di kamar akibat gerimis yang tak habis-habis, akhirnya sepagian ini aku berjemur di beranda. Hari ini tak jauh berbeda dari Sabtu-Sabtu sebelumnya. Anak pemilik rumah sebrang datang, seketika koleksi anggrek hiasnya tertata rapi dan kebunnya bersih dari ilalang. Anak Pak RT dan satpam komplek asyik menjemur karpet musholla sebelah rumah, sementara Pak Hasan, tetangga sebelah kiri rumahku, sibuk mengutak-atik mobil antiknya. Entah apalagi yang sibuk dibongkarnya, toh mobil VW itu tak juga sukses menyala mesinnya.

Kemudian, datanglah ia, tiba-tiba tiba, perlahan melewati pagar rumahku. Sesekali menatapku, sesekali menatap anak-anak tetangga yang riuh menggodanya. Ia sering berkunjung, tersenyum padaku dan seisi rumah, mondar-mandir di beranda, lalu duduk bersandar di balik pilar dan melamun. Kami tak pernah saling sapa, tak pernah saling bicara, kecuali lewat tatapan dan senyuman. Ibuku bilang, biarkan saja ia datang, selagi tak mengotori beranda. Aku terlalu malu untuk menyapa, kurasa, ia terlalu rupawan untuk memulai percakapan.

Ini sudah lewat tengah hari. Langit mulai mendung. Ia bangkit dari lamunan, melemaskan otot punggung dan pinggang, mulai berjalan kembali ke rumahnya di ujung komplek. Ia menatapku tak lama setelah melewati pagar. Kemudian…
***

“Hei, kamu!”
“Aku?”
“Iya, kamu. Mmmm rumah kamu yang di ujung komplek itu kan?”
“Iya. Memang kenapa?”
“Ngga apa sih. Hehe. Aku Bobi. Lain kali, masuk aja, di teras kan panas.”
“Aku Noni. Terima kasih, Bob. See you later.”

Ah, senyumnya manis sekali. Semoga esok cerah lagi. Aku akan berjemur, lalu Noni berkunjung, dan kami mulai mengobrol tentang mobil antik Pak Hasan, koleksi anggrek hias tetangga depan, atau apapun yang ingin ia obrolkan. Ah, semoga esok cerah…

“Bobi, dear Bobi, waktunya masuk…”

Ah, Aina membuyarkan lamunanku. Noni, atau siapapun namanya, sudah jauh di ujung komplek. Ia berbalik, menatapku sekali, sebelum melewati pagar rumahnya dan menghilang dari pandanganku.
***

“Permisi… Mas, Mbak, anyone…”
“Iya, Mbak. Ada yang bisa dibantu?”
“Gini, Mas. Kucing piaraannya sering pipis di halaman rumah saya. Untung kemarin boneka yang saya jemur ngga ikut dipipisin…”
“Maaf ya, Mbak. Temen serumah saya suka lupa nutup pintu depan. Sekali lagi, maaf ya.”
“Iya, Mas. Ngga apa sih, asal besok-besok jangan sering gitu lagi aja.”
“Iya, Mbak. Sekali lagi, maaf. Mmmm, rumahnya Mbak yang di sebelah musholla itu ya? Kenalin, saya Rizal, tetangga baru. Hehe.”
“Oh, iya, aku Aina. Salam kenal, ya. Anyway, kucingnya lucu. Hehe.”

(Flash fiction ini berlanjut pada postingan Pukul 2 Dini Hari)

[Mey] [@meyDM]